25 Feb 2015

Pengaruh Lingkungan Keluarga Dan Masyarakat terhadap Tingkat Pelanggaran Hukum Oleh Anak di Masyarakat


Baru-baru ini kita dikejutkan oleh sebuah fenomena yang sangat menyedihkan sekaligus membuat hati miris untuk menatapnya karena melibatkan anak-anak sebagai pelaku dan korbannya. menurut salah satu media berita online menyebutkan Kasus kejahatan yang melibatkan anak di bawah umur semakin memprihatinkan. Seorang siswa sekolah dasar (SD) di Depok, Jawa Barat, menusuk temannya sendiri hingga terluka parah.

Pelaku berinisial AMN, 12, siswa kelas 6 SD Negeri Cinere 1, Depok, kesal terhadap korban, SM, lantaran meminta telepon selulernya yang dicuri AMN dikembalikan. Kapolsek Limo, Depok, Kompol Sukardi menuturkan, pelaku menusuk korban hingga beberapa kali di bagian perut, tangan, paha, dan betis. “Korban hampir tewas, beruntung dia langsung dilarikan ke rumah sakit,” ujarnya kepada wartawan kemarin.
Masih menurut media yang sama, Kejadian bermula saat SM merasa kehilangan telepon seluler di kelasnya.Setelah beberapa hari, salah satu temannya bercerita bahwa telepon seluler milik SM telah dicuri AMN,bahkan sudah dijual. Lantaran tidak suka dengan ulah AMN, SM kemudian menegur siswa yang baru pindah dari Lampung itu.Merasa dendam, AMN kemudian menyambangi rumah SM di Jalan Haji Zailani, Limo, Depok dan mengajak korban berangkat sekolah bersama kemarin.
Sambil berjalan, tiba-tiba, sesampainya di Perumahan Bukit Cinere Indah,pelaku menusuk korban berkali-kali.“Di tempat itulah korban ditusuk sebanyak 8 kali oleh pelaku,” ungkap Kompol Sukardi. Beruntung nyawa korban dapat diselamatkan warga sekitar yang sempat melihat kejadian tersebut. Oleh warga, korban dilarikan ke rumah sakit dan hingga kini masih menjalani perawatan.
Kompol Sukardi menuturkan, pelaku telah menyiapkan pisau tersebut untuk memberikan pelajaran kepada korban. AMN kini masih menjalani pemeriksaan intensif di Unit PPA Polres Depok. “Pelaku akan dites kejiwaan lantaran sudah merencanakan penusukan tersebut dengan membawa pisau dari rumah,”paparnya. Guru SD Negeri Cinere 1 Andi Sodikman tidak menyangka pelaku bisa bertindak seperti itu.Selama ini,siswanya itu terlihat baik-baik saja.
Selain cuplikan berita diatas, ada beberapa kasus kejadian memilukan yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang sempat di angkat media. ingatkah kita dengan kejadian memilukan yang menimpa AAL seorang pelajar SMK karena dituduh sendal jepit milik seorang polisi, Sehingga AAL diadili dan terancam kurungan selama Lima Tahun penjara. kejadian yang menimpa AAL ini bahkan sempat booming sehingga memunculkan gerakan spontanitas masyarakat untuk mengumpulkan 1000 sendal jepit untuk polisi.
Membaca kutipan berita diatas membuat kita mengurut dada prihatin. karena ternyata anak-anak Indonesia dalam berbuat dan bertindak semakin berani dan kejam saja. Dalam pandangan psikolog dari Universitas Indonesia Bagus Takwin yang dtertuang didalam media berita online menyebutkan didalam kekerasan dan tindak kriminalitas lainnya yang dilakukan anak di bawah umur bisa disebabkan beragam faktor. Kendati begitu, faktor lingkungan menjadi pengaruh terbesar anak di bawah umur melakukan tindakan yang melanggar hukum. Lingkungan itu bisa berasal dari rumah maupun sekolah.
Merujuk pada pernyataan dari Psikolog tersebut, tampaknya para orang tua dan guru sebagai sosok utama yang harus nya dapat menjadi pencegah anak-anak untuk berbuat yang berani dan kejam. semua agar anak dalam bertindak dan berbuat dapat selalu didalam lajur norma dan hukum yang berlaku.
Karena Menurut John Locke (1632 – 1704) seorang filusuf dari Inggris, menyebutkan bahwa seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata lain “kosong” bagaikan kertas putih, dan seluruh sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat indera nya terhadap dunia di luar dirinya.
Merujuk pada konsep yang dicetuskan oleh John Locke, seyogyanya para orang tua dan guru melakukan “pengisian” terhadap mental anak itu harus dengan sesuatu yang baik dan selalu berada di dalam lajur norma dan hukum, sehingga seorang anak dapat merasakan pengalaman dan mempersepsikan pengalaman yang disaksikan dari lingkungan sekitar nya itu dengan baik didalam psikisnya. walau begitu kita juga menyadari bahwa waktu orang tua dan guru tidak seratus persen bersama anak, dan anak juga memiliki dunia nya sendiri bersama teman-teman bermainnya, untuk menyiasati kendala waktu itu, orang tua dan guru masih dapat memonitor lingkungan interaksi anak tersebut dengan cara mengajak diskusi dan menyiapkan waktu anda para orang tua dan guru untuk mendengar curahan si anak selama tidak bersama orang tua nya dah ibu-bapak guru ketika disekolah. dengan demikian si anak dapat bercerita apa saja, dan apabila didalam cerita itu ada sesuatu yang ganjil yang anak ceritakan, orang tua dan guru dapat menasehati sang anak tanpa harus menunggu sang buah hati ber-urusan dengan hukum akibat dari persepsi yang salah si anak terhadap pengalaman yang didapat nya di lingkungan interaksinya. apabila orang tua dan guru mau lebih mengajak diskusi dan mendengar curahan hati si anak akan lebih efektif membuat sang anak akan menjadi sosok anak yang dapat selalu berjalan di jalan yang benar dan dapat menghindarkan diri mereka dari perbuatan yang melanggar hukum. atau biasa masyarakat sebut dengan anak manis, sosok anak manis ketika dirumah dan manis di luar rumah.
PENGARUH KELUARGA TERHADAP KENAKALAN ANAK 
Pengaruh keluarga dalam kenakalan remaja adalah :
1.Keluarga yang Broken Home Masa remaja adalah masa yang diamana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia mau menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya,
remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan pegangan yang memadai dan pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebaginya. masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari kehidupannya.
2.Pendidikan yang salah
a. Sikap memanjakan anak
Keluarga mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi seorang anak. Sebab keluarga merupakan lingkungan pertama dari tempat kehadirannya dan mempunyai fungsi untuk menerima, merawat dan mendidik seorang anak. Jelaslah keluarga menjadi tempat pendidikan pertama yang dibutuhkan seorang anak. Dan cara bagaimana pendidikan itu diberikan akan menentukan. Sebab pendidikan itu pula pada prinsipnya adalah untuk meletakkan dasar dan arah bagi seorang anak. Pendidikan yang baik akan mengembangkan kedewasaan pribadi anak tersebut. Anak itu menjadi seorang yang mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan kewajibannya, menghormati sesama manusia dan hidup sesuai martabat dan citranya. Sebaliknya pendidikan yang salah dapat membawa akibat yang tidak baik bagi perkembangan pribadi anak. Salah satu pendidikan yang salah adalah memanjakan anak.
 Beberapa faktor yang menyebabkan orang tua memanjakan anaknya yaitu :
a) Orang tua anak tersebut dimanjakan oleh orang tuanya pula sehingga pengalaman itu diwariskan kepada anaknya.
b) Orang tua mempunyai konsep kebahagiaan yang kurang tepat. Misalnya kebahagiaan diidentik dengan menyenangkan hati anak-anaknya dengan menuruti semua permintaan mereka dengan memberi barang-barang lux, uang.
c) Sikap memanjakan dapat disebabkan juga karena orang tua dahulu mempunyai pengalaman hidup yang pahit dan miskin sehingga mereka ingin menghindari anak-anak mereka dari situasi yang serba sulit.
d)  Orang tua yang banyak kegiatan dan bisnis sehingga tidak mempunyai waktu senggang yang cukup bagi anak-anaknya. Kegiatan overaktif ini dapat menimbulkan rasa bersalah bagi orang tua tersebut sehingga mereka menuruti semua permintaan atau memberikan barang-barang berharga sebagai substitusi kasih sayang mereka.
e) Kecendrungan orang tua yang kadang-kadang membedakan anak-anak mereka. Sikap membedakan biasanya dilatarbelakangi oleh faktor pandangan/ kebudayaan tertentu misalnya rasa bangga terhadap anak laki- laki. Keadilan orang tua yang tidak merata terhadap anak dapat berupa perbedaan dalam pemberian fasilitas terhadap anak maupun perbedaan kasih sayang. Bagi anak yang merasa diperlakukan tidak adil dapat menyebabkan kekecewaan anak pada orang taunya dan akan merasa iri hati dengan saudara kandungnya. Dalam hubungan ini biasanya anak melakukan protes terhadap orang tuanya yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kenakalan. Berbagai cara orang tua dalam mendidik anak yang menggunakan otoriter dan adapula yang menggunakan demokrasi. Dalam satu keluarga bisa terjadi
perbedaan dalam cara mendidik anak misalnya anak yang satu dididik secara otoriter dan yang lainnya secara demokratis. Sikap otoriter yaitu yang menetukan segala-galanya mengenai apa yang harus dilakukan oleh seorang anak setiap kali anak hanya boleh melakukan satu jenis perbuatan saja, bersifat personal dalam memberikan pujian dan celaan dan dalam memberikan bimbingan itu orang tua bersifat pasif, tidak turut secara aktif. Anak–anak yang orang tuanya otoriter banyak menunjukkan ciri-ciri pasif (sikap menunggu) dan menyerahkan segala kepada orang lain. Disamping rasa kecemasan dan mudah putus asa dalam jiwa anak. Sikap yang demokratis adalah memberikan kebebasan terlalu besar kepada anak dalam batas-batas tertentu; secara aktif orang tua ikut serta dalam memberikan pekerjaan, lebih bersifat objektif dalam memberikan pujian dan celaan. 
b. Anak tidak diberikan pendidikan agama Hal ini dapat terjadi bila orang tua tidak meberikan pendidikan agama atau mencarikan guru agama di rumah atau orang tua mau memberikan pendidikan agama dan mencarikan guru agama tetapi anak tidak mau mengikuti. Bagi anak yang tidak dapat/mengikuti pendidikan agama akan cenderung untuk tidak mematuhi ajaran-ajaran agama. Seseorang yang tidak patuh pada ajaran agama mudah terjerumus pada perbuatan keji dan mungkar jika ada faktor yang mempengaruhi seperti perbuatan kenakalan remaja. 
3.  Anak yang ditolak Penolakan anak biasanya dilakukan oleh suami istri yang kurang dewasa secara psikis. Misalkan mereka mengharapkan lahirnya anak laki-laki tetapi memperoleh anak perempuan. Sering pula disebabkan oleh rasa tidak senang dengan anak pungut atau anak dari saudara yang menumpang di rumah mereka. Faktor lain karena anaknya lahir dengan keadaan cacat sehingga dihinggapi rasa malu. Anak-anak yang ditolak akan merasa diabaikan, terhina dan malu sehingga mereka mudah sekali mengembangkan pola penyesalan, kebencian, dan agresif.

Sources :
Mantovani, S.L. 2011. Proses Pemidanaan Terhadap Anak di bawah Umur Pada Tingkat Penyidikan. http://jilbabkujiwaku.blogspot.com/2011/02/proses-pemidanaan-terhadap-anak-di.html. Diakses pada 27 Maret 2013.
­ Zain, Ahmad. 2012.Stop Fenomena Anak di Bawah Umur Melangar Hukum. http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/18/stop-fenomena-anak-di-bawah-umur-melanggar-hukum-440055.html. Di akses pada 27 Maret 2013.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar