1.INQUIRY
Salah satu metode mengajar yang
sangat kontruktivistik adalah metode inquiry (penyelidikan). Dalam metode ini
siswa sungguh dilibatkan untuk aktif berpikir dan menemukan pengertian yang
ingin diketahuinya. Dalam metode pembelajaran ini siswa dilibatkan dalam proses
penemuan melalui pengumpulan data dan tes hipotesis.
Secara umum Inquiry adalah proses dimana para saintis mengajukan pertanyaan tentang alam dunia ini dan bagaimana mereka secara sistematis mencari jawabnya (Trowbridge dan Bybee, 1996). Welch mendefinisikan Inquiry sebagai proses dimana manusia mencari informasi atau pengertian, maka sering disebut a way of thought.
Secara umum Inquiry adalah proses dimana para saintis mengajukan pertanyaan tentang alam dunia ini dan bagaimana mereka secara sistematis mencari jawabnya (Trowbridge dan Bybee, 1996). Welch mendefinisikan Inquiry sebagai proses dimana manusia mencari informasi atau pengertian, maka sering disebut a way of thought.
Kindsvatter, Wilen, dan Ishler
(1996) lebih menjelaskan Inquiry sebagai model pengajaran dimana guru
melibatkan kemampuan berpikir kritis siswa untuk menganalisis dan memecahkan
persoalan secara sistematik. Yang utama dari metode Inquiry adalah menggunakan
pendekatan induktif dalam menemukan pengetahuan dan berpusat kepada keaktifan
siswa. Jadi bukan pembelajaran yang berpusat pada guru, melainkan kepada siswa.
Itulah sebabnya pendekatan ini sangat dekat dengan prinsip kontruktivis, dimana
pengetahuan itu dikonstruksi oleh siswa. Yang pantas dicatat dari metode ini
adalah isi dan proses penyelidikan diajarkan bersama dalam waktu yang bersamaan.
Siswa melalui proses penyelidikan akhirnya sampai kepada isi pengetahuan itu
sendiri.
Meski para ahli menjelaskan secara
berbeda – beda model Inquiry, tetapi secara sederhana dapat dijelaskan sebagai
model pengajaran yang menggunakan proses berikut (Kindsvatter, Wilen, dan
Ishler, 1996:259)
• Identifikasi persoalan
• Membuat hipotesis
• Mengumpulkan data
• Menganalisis data
• Mengambil kesimpulan
Dari langkah – langkah diatas nampak
jelas bahwa model Inquiry ini menggunakan prinsip metode ilmiah atau saintifik
dalam menemukan suatu prinsip, hukum, ataupun teori. Secara umum metode ilmiah
itu punya langkah seperti : merumuskan persoalan, membuat hipotesis, melakukan
percobaan untuk mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh, dan
mengambil kesimpulan apakah hipotesis diterima atau ditolak. Proses di atas
adalah proses pendekatan induktif, yaitu dari pengalaman lapangan untuk mencari
generalisasi dan konsep umum.
2.DISCOVERY
Discovery adalah model pengajaran
dimana guru memberikan kebebasan siswa untuk menemukan sesuatu sendiri karena
dengan menemukan sendiri siswa dapat lebih mengerti secara dalam. Dengan
menemukan sendiri, siswa akan sampai pada pengalaman gembira “AHA! Aku
menemukan!” siswa akan menjadi senang.
Discovery merupakan metode belajar
berbasis pencarian, penyelidikan. Gagasan awal diambil dari Rousseau, dewey,
piaget, dan bruner. Menurut Bruner ( dalam Burden & Byrd, 1999:104 )
pembelajaran discovery adalah pendekatan kognitif dalam pembelajaran dimana
guru menciptakan situasi sehingga siswa dapat belajar sendiri. Siswa belajar
melalui keterlibatagn aktif dan prinsip-prinsip. Siswa didorong untuk mempunyai
pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip atau pengetahuan bagi dirinya. Jadi, dalam discovery yang
sangat penting adalah siswa sungguh terlibat pada persoalannya, menemukan
prinsip-prinsip atau jawaban lewat suatu percobaan.
Yang menarik adalah bahwa discoveri
selalu dalam situasi problem solving, dimana pelajar dihadapkan pada pengalaman
sendiri dan pengetahuan awal mereka, untuk menemukan kebenaran atau pengetahuan
baru yang harus dipelajari. Maka sering discovery disebut pembelajaran
personal, internal, dan konstruktivis.
Anggapan dasar dari metode discovery adalah bahwa apa
yang dipelajari sendiri akan dimengerti lebih baik. Modelnya adalah pencarian
induktif. Dalam pencarian itu siswa menemukan ayau mengkonstruksi prinsip dan
konsep dengan berhadapan pada contoh atau pengalaman dari prinsip itu ( kaufman
1971 dalam de Boer, 1991 ).
Dalam model ini siswa berperan aktif
dalam proses belajar dengan :
1. Menjawab berbagai pertanyaan atau persoalan,
2. Memecahkan persoalan, untuk menemukan konsep dasar.
Peran guru berubah dari menyajikan informasi dan
konsepnya, menjadi mengajak siswa bertanya, melihat, dan mencari sendiri. Guru
hanya memberikan arahan.
Menurut soebroto, metodfe penemuan diartikan sebagai
cara mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan
percobaan lain-lainnya. Metode penemuan adalah metode dimana dalam proses
belajar siswa diperkenankan menemukan sendiri informasinya. Disini keaktifan
siswa sangat penting.
Trowbridge & Bybee (hal 176) menjelaskan
discovery sebagai proses mental di mana siswa mengasimilasikan suatu konsep
atau prinsip. Discovery terjadi bila seseorang sungguh terlibat dengan proses
berfikir untuk menemukan konsep atau prinsip-prinsip. Unsure penting dalam
proses ini adalah siswa dengan menggunakan pikirannya sendiri mencoba menemukan
sesuatu pengertian dari apa yang sedang dipelajari.
Macam–macam Discovery menurut Weimer (1975, dalam
Burden & Byrd, hal 104) mengidentifikasi adanya 6 discovery, yaitu:
- Discovery, proses menemukan sesuatu sendiri. Prosesnya lebih bebas, intinya adalah orang menemukan hokum, prinsip, atau pengertian sendiri.
- Discovery teaching. Model mengajar dengan cara menemukan sesuatu. Digunakan guru untuk mengajar siswa dengan cara penemuan.
- Inductive discovery. Penemuan dengan pendekatan induktif, yaitu dari pengamatan banyak data, kemudian disimpulkan. Prosesnya lengkap seperti metode ilmiah.
- Semi-inductive discovery. Penemuan dengan pendekatan induktif, tetapi tidak lengkap. Seperti data yang diambil hanya sedikit atau prosesnya yang disederhanakan.
- Unguided or pure discovery atau discovery murni : siswa diberi persoalan dann harus memecahkan sendiri dengan sedikit sekali petunjuk guru. Guided discovery : siswa diberi soal untuk dipecahkan dengan guru menyediakan petunjuk dan arahan bagaimana memecahkan persoalan tersebut.
3.KONSTRUKTIVIS
Konstrutivis;
construtivism dalam bahasa inggris berasal dari kata construct yang berarti
membina. Konstrutivisme ialah teori yang bertunjangkan usaha pelajar mengaitkan
ide lama dengan ide baru dalam pembinaan ilmu pengetahuan (Ausubel dalam
Sadia, 1996). Teori ini pertama kali diperkenalkan dalam konteks pendidikan dan
perkembangan anak-anak oleh Piaget dan john dewey.
Konstruktivis
atau kontruktivisme merupakan suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengatahuan kita adalah sebuah konstruksi atau bentukan diri kita sendiri. Dan
menurut piaget pembentukan atau konstruksi ini tak pernah mencapai suatu titik
akhir namun terus berkembang setiap kali diadakannya reorganisasi karena adanya
suatu pemahaman baru
Donald R.
(2006: 255) mengutip beberapa pendapat mengenai konstruktivisme sebagai
berikut:
Constructivism is defined as
teaching that emphasizes the active role of the learner in building
understanding and making sense of information (Woolfolk, 2003),; learners
construction of knowledge as they attempt to make sense of their environment
(McCown, driscoll & Roop, 1995); and learning that occurs when learners
actively engage in a situation that involves collaboratively formulating
questions, explaining phenomenon, addressing complex issues, or solving
problems.
Dengan demikian, Donald
mengemukana bahwa “Constructivism is a way of teaching and learning that
intends to maximize student understanding”. Maksudnya, kontruktivisme
adalah suatu cara dalam pengajaran dan pembelajaran yang tujuannya adalah untuk
memaksimalkan pemahaman siswa
Konstruktivisme pembelajaran ialah
desain pembelajaran yang menekankan kemampuan peserta didik dalam
mengkonstruksi pengatahuannya sendiri, bukan serta merta pendidik yang selalu
menjadi senter penerang di kala gelap melanda.(Aunurrahman,2009), namun
disinilah setiap peserta didik secara individual harus dan layak memiliki
kemampuan untuk memperdayakan fungsi-fungsi psikis dan mental yang dimilikinya
yaitu kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman yang lalu,
membandingkan dan mengambil sebuah keputusan dan kemampuan yang lebih menyukai
satu dari yang lainnya.
Menurut Dina Gasong , Pembentukan
pengetahuan konstruktivistik memandang bahwa subyeklah yang aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan adanya
bantuan struktur kognitif ini, subjek akan mampu menyusun pengertian
realitasnya. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan
berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses
penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi. Hal
ini jelas mensyaratkan bahwa pengetahuan itu merupakan suatu konstruksi diri.
Prinsip dasar
yang mendasari filsafat konstruktivis adalah bahwa semua pengetahuan
dikonstruksikan (dibangun) dan bukan dipersepsi secara langsung oleh indera
(pemciuman, penglihatan, perabaan,…). Seperti dikatakan oleh Von Glasersfeld
(dalam Paul, S., 1996), salah satu pendiri gerakan konstruktivis, bahwa
konstruktivisme berakar pada asumsi bahwa pengetahuan, tidak peduli bagaimana
pengetahuan itu didefinisikan, terbentuk di dalam otak manusia, dan subjek yang
berpikir tidak memiliki alternatif selain mengkonstruksikan apa yang
diketahuinya berdasarkan pengalamannya sendiri. Semua pikiran kita didasarkan
oleh pada penglaman kita sendiri, dan oleh karenanya bersifat subjektif (Muijs
dan Reynolds, 2008:96).
Lebih lanjut
Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) sebagaimana dikutif oleh Asri Budiningsih
(2005:57) mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam
proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; 1) kemampuan mengingat dan
mengungkapkan kembali pengalaman, 2) kemampuan membandingkan dan mengambil
keputusan akan kesamaan dan perbedaan dan 3) kemampuan untuk lebih menyukai
suatu pengetahuan yang satu daripada yang lainnya.
Setara dengan
di atas, Budingsih juga mengemukakan bahwa faktor-faktor yang juga mempengaruhi
proses mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan seseorang yang
telah ada, domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya.
Proses dan hasil konstruksi pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan
menjadi pembatas konstruksi pengetahuan yang akan datang. Pengalaman akan
fenomena yang baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan
pengetahuan. keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga akan
membatasi pengetahuannya akan hal tersebut. pengetahuan yang telah dimiliki
orang tersebut akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif dirinya.
Semua kalangan
dari paham konstruktivis menyetujui bahwa pengetahuan secara aktif dikonstruksi
oleh manusia, entah secara individual ataupun dalam kelompok, bukannya diterima
dari sumber natural atau. Selain ini, definisi kontruktivisme beragam
menurut permasalahan yang diperdebatkan bersama dengan perubahan konstruktivis.
Bidang perdebatan yang paling dasar dipresentasikan oleh suatu rangkaian dalam
memandang belajar sebagai suatu tindakan instruksi secara individual untuk
melihat belajar sebagai sebuah kontruksi sosial. Rangkaian ini dipusatkan pada
satu posisi yang dikenal sebagai konstruktivisme radikal atau psikologikal,
yang menggambarkan konstruksi pengetahuan sebagai suatu proses yang terjadi
dalam mind dari individu. Pada sisi lain dari rangkaian tersebut
diberlakukan dengan posisi yang dikenal sebagai “social constructivism or
sociocultural posistion” yang melihat “mind” sebagai hampir secara
keseluruhan melekat pada social practice of the culture (kenyataan
sosial budaya).
Dengan
demikian, kontruktivisme seperti dikatakan oleh Von Glasefeld (dalam Paul, S.,
1996) adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan adalah bentukan (kontruksi) kita sendiri. pengetahuan bukan juga
gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari
kontruksi kognitif melalui melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur,
kategori, konsep, dan sekema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan baru.
Padangan kontruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran
seseorang. Manusia mengkonstruksi pengalamnnya. konstruktivistik mengarahkan
perhatiannya pada bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari
pengalamnnya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk
menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa. Pandangan konstruktivistik
mengakui bahwa pikiran dalah instrumen penting dalam menginterpretasikan
kejadian, objek, dan pandangan dunia nyata, di mana interpretasi tersebut
terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual. Dalam
kontruktivis menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah
konstruksi kita sendiri, maka mereka menolak kemungkinan transfer pengetahuan
dari seseorang kepada yang lain bahkan secara prinsipil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar